Keberuntungan tidaklah
diukur dari kesempurnaan yang diberikan Tuhan YME. Karena sejatinya, tak
ada satu pun manusia di dunia ini yang sempurna. Karena kesempurnaan
hanya milik Tuhan YME. Kita dilahirkan sebagai seorang pemenang. Pemenang dari
kompetisi yang mengalahkan ratusan juta telur (ovum) lainnya di dalam
rahim seorang ibunda. Beruntunglah seorang bayi manusia yang lahir di
muka bumi ini dengan sehat dan tak kurang suatu apapun. Karunia tersebut
sungguh harus kita syukuri, sebagai bentuk ucapan terimakasih terhadap karunia
yang diberikan Tuhan YME. Fisik yang tak kurang suatu apapun tersebut dapat
dikatakan sempurna. Namun sempurna disini yang dilihat hanya dari fisik
manusia itu sendiri.
Lalu bagaimanakah bagi
seorang bayi yang masih suci tak berdosa lahir di muka bumi ini
dengan kekurangan fisik ???
Hal tersebut
sebenarnya bukanlah sebagai masalah, karena tak ada manusia yang
sempurna. Karena manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Baik yang dilahirkan dengan fisik yang sempurna maupun
tidak, tetaplah kita bersyukur.
Banyak disekitar kita
yang hidup dengan kekurangan fisik, namun mereka tak pernah putus asa. Maka
dari itu, tak layak untuk kita yang dilahirkan dengan fisik tak kurang suatu
apapun putus asa menjalani kehidupan ini dengan berbagai macam masalahnya. Para
penyandang disabilitas percaya bahwa dibalik kekurangan yang mereka miliki,
Tuhan YME juga melengkapinya dengan kelebihan yang mungkin tak seorang pun
membayangkan hal tersebut.
Dan para penyandang disabilitas dapat memberi contoh kepada kita semua, bahwa bukanlah
keterbatasanlah yang menjadi penghalang untuk berkembangnya seorang pribadi,
namun SEMANGAT untuk berkembanglah yang membuat mereka kuat dan tangguh dalam
menjalankan kehidupan ini.
Mereka
Berbeda, TAPI Mereka Tak Mau DiBEDAkan…
DiBEDAkan
dengan kata lain DiKASIHANi…
Bagi
mereka hanyalah fisik yang membedakan antara dirinya dan orang lain…
Dan pernyataan
tersebut memang BENAR.
Walaupun Negara ini belum memberikan fasilitas yang memadai, banyak dari
penyandang disabilitas yang terus menjadikan diri mereka Luar Biasa. Kita sudah
sering kali banyak penyandang disabilitas yang menmenangkan, unggul ataupun
berprestasi diberbagai bidang. Patut kita acungi JEMPOL J
Di dalam kehidupan nyata terlihat perlakuan yang berbeda antara kaum
penyandang disabilitas dengan yang tidak. Perbedaan tersebut banyak terlihat di
dalam masyarakat luas. Semisal untuk transportasi umum, kaum disabilitas
dianggap menyusahkan karena kurangnya bantuan pelayanan umum dari pemerintah.
Berbeda di negara yang sudah maju, penyandang disabilitas dengan bebasnya
keluar masuk bus, kereta api, mall, dan pelayanan umum lainnya. Dan dalam
ketersediaan yang memadai itu para penyandang disabilitas dapat dengan
jelas terlihat dapat berperilaku selayaknya orang normal. Karena di negara ini
fasilitas umum belumlah lengkap, maka dari itu kaum disabilitas masih banyak
yang belum mampu bersosialisasi tanpa pendampingan.
Pendampingan yang dimaksud
sementara ini hanya secara fisik, semisal untuk anak yang menjadi penyandang
disabilitas dengan ibu yang selalu menemani kemana ia pergi.
Sedangkan untuk
pendampingan secara hukum ?
Bagaiman nasib Keadilan Hukum mereka ?
Mungkin kita tak
mengetahui atau bahkan tak mau tahu bagaimanakah dasar hukum yang
ada pada Negara Republik Indonesia. Apalagi dengan masyarakat yang tidak ada basic hukum alias orang
awam tentang hukum.
Karena memang benar di
dunia ini ada 2 jenis rasa tahu masyarakat, yaitu :
- Mengetahui (Memiliki Basic Hukum atau Mau Belajar untuk Mengetahui)
- Tidak tahu (mau belajar -> Mengetahui atau tidak mau belajar -> Tak mau Tahu)
Dengan basic saya yang
bukan dari hukum, mungkin akan dibahas secara umum bagaimana dasar hukum untuk
para penyandang disabilitas sendiri.
Padahal dasar hukum sangatlah penting untuk keberlangsungan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Mungkin untuk dasar hukum masyarakat secara umum sudahlah
lengkap, namun bagaimanakah pendampingan hukum untuk para penyandang
disabilitas???
Secara umum mari kita
ulas beberapa dasar (aturan) hukum yang melanggar jaminan memperoleh pengakuan
yang samadihadapan hukum menyangkut penyandang disabilitas
1. Banyak lowongan pekerjaan ataupun
perusahaan yang mencari pekerja (pegawai) dengan menyertakan syarat berupa
“sehat jasmani dan rohani”. Bahkan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi juga
mensyaratkan hal tersebut kepada semua calon anak didiknya.
Padahal tidak semua anak disabilitas memerlukan pendidikan khusus. Sebenarnya
banyak anak disabilitas diluar sana yang mampu bersaing dengan anak normal.
Bahkan prestasi mereka mungkin banyak yang melebihi anak normal sekalipun.
Begitu juga berlaku dalam hal pekerjaan.
2. Seiring berjalannya waktu telah
dibenarkan secara hukum untuk para suami menceraikan istrinya apabila istrinya
sakit ataupun menjadi penyandang disabilitas.
Dahulu sebelum ikatan perkawinan pertama kali disahkan mereka disyaratkan
untuk selalu setia dalam keadaan apapun, hingga akhirnya ikatan tersebut sah.
Walaupun ada sebagian kepercayaan yang memperbolehkan untuk seorang suami
memiliki istri lebih dari satu. Namun sejatinya wanita mana yang benar-benar
ikhlas seorang suaminya mendua kepada wanita lain. Meskipun alasannya karena
istri yang sakit atau bahkan menjadi penyandang cacat. Hingga seorang
suami yang menginginkan istri baru dan tidak disetujui oleh istrinya akan
menceraikan istrinya. Akhirnya, banyak di luar sana wanita dengan
kekurangannya menjadi pemimpin keluarga, menafkahi anak-anaknya, dan berjuang
sendirian. Mereka MAMPU karena mereka WANITA yang KUAT.
Tapi semua hal ini akan berbeda apabila istrinya memang mengizinkan suaminya
untuk menikah kembali. Karena mungkin mereka menyadari bahwa ia tidak bisa
membahagiakannya dan ia menginginkan orang yang disayanginya (suami) bahagia.
Dan wanita yang melakukan hal ini benar-benar WANITA YANG KUAT.
3. Selain terkait Perkawinan, terdapat
aturan hukum/ UU yang menghambat penyandang disabilitas melakukan tindakan,
misalnya pembukaan rekening bank, pemberian suara, kepemilikan atau waris
properti, ataupun dalam pengobatan medis.
4. Mekanisme hukum yang mencabut
kapasitas hukum penyandang disabilitas untuk bertindak/ melakukan perbuatan
hukum dikarenakan disabilitas mereka.
5. Aturan hukum/ UU yang tidak
mendukung penyandang disabilitas berpartisipasi dalam proses beracara dalam
hukum, seperti tidak menyediakan penerjemah bahasa isyarat, aksara braille atau
bahasa yang sederhana.
6. Banyaknya perlakuan yang kurang
menyenangkan terhadap penyandang disabilitas, ironisnya karena kurangnya
perhatian mereka pun tak bisa menuntut keadilan yang lebih lanjut.
Hukum ataupun aturan di negeri ini sebenarnya telah cukup baik, walau terkadang
banyak yang tidak sesuai. Sehingga hukum yang menjamin para peyandang
disabilitas belum tentu dapat diaplikasikan begitu saja. Disamping perhatian
pemerintah di negeri ini meliputi banyak hal yang mungkin tak ada batasnya,
pemerintah juga harus ikut serta mendampingi hukum dan Undang Undang yang
berlaku. Karena peraturan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh semua
pihak. Sehingga pemerintah, materi hukum, mekanismenya, lembaga hukum, sarana
prasarana fisik dan non fisiknya harus berjalan dengan baik dan secara
berkesinambungan. Maka dari itu disinilah dibutuhkan peraturan yang mampu
membantu dan mendorong para penyandang disabilitas lebih mandiri dan mengurangi
ketergantungan kepada orang lain. Karena apabila hal tersebut tidak dapat
diciptakan akan menimbulkan masalah sosial di negeri ini. Berawal dari hukum
yang diperbaiki dan pemerintah yang ikut serta dalam pendampingan hukum,
beserta bantuan dari semua pihak agar keberlangsungan hukum agar lebih baik
akan menjadikan negeri ini memiliki sikap yang menghargai dan lebih baik.
Sebenarnya apabila keadilan didasarkan terhadap hukum yang berlaku, akan
sangat membimbing masyarakat kita agar jauh lebih menghargai para penyandang
disabilitas.
Hal diatas setidaknya
menjelaskan secara umum pihak ataupun aturan yang sangat membedakan antara
penyandang disabilitas maupun tidak.
Sehubungan dengan keadilan negara baru saja membuat kemajuan yang sedikit dalam
memastikan agar penyandang disabiitas memiliki kesamaan di hadapan hukum dan
akses kehadilan. Indonesia telah memiliki peraturan tentang penyandang
disabilitas, namun peraturan ini secara umum berbentuk aturan hukum tentang
kesejahteraan. Sehingga pemberian perlindungan dan memajukan hak-hak penyandang
disabiltas belum terlalu diperhatikan. Sedangkan peraturan yang dibentuk sering
kali tidak berdasarkan HAM dan menyebabkan seseorang yang memiliki disabilitas
psikolog (rohani) tidak dianggap sebagai penyandang disabilitas. Padahal di UUD
1945 telah jelas termuat pernyataan jelas yang mendorong
nonodiskriminasi, keseetaraan di hadapan hukum, dan hak untuk memperoleh
perlakuan yang sama di hadapan hukum. Jelas termuat juga pada
pembukaan UUD 1945 bahwa Negara hendak mewujudkann keadilan sosial
bagi seluruh rakyat. Akan tetapi peraturan yang terkesan membantu
penyandang disabilitas pada kenyataannya tidak mewujudkan perlindungan
tersebut.
Aturan yang tidak mewujudkan perlindungan menjadikan para penyandang
disabilitas tidak banyak yang memahami hak-hak mereka. Hingga kemauan para
penyandang disabilitas mengakses ataupun menuntut keadilan masih rendah.
Sedangkan ruang tempat mereka mengadu pun cenderung tidak efektif karena
pengetahuan dan kepekaan lembaga penegak hukum tentang hak-hak yang harus
diperoleh penyandang disabilitas masih terbatas. Sehingga para penyandang
disabilitas mengalami kesulitan untuk mengakses bantuan dan informasi hukum
secara cuma-cuma. Karena apabila penyandang disabilitas fisik (jasmani) tentu
saja kurang mampu mengakses gedung-gedung pemerintah, ruang sidang, dan kantor
polisi tanpa adanya bantuan ataupun pendampingan. Hal ini mengakibatkan
masyarakat yang peduli tentang kesenjangan hukum dan keadilan mendirikan
organisasi ataupun LSM yang berkonsentrasi pada penyandang disabilitas,
meskipun organisasi-organisasi atau LSM kelebihan beban kerja, kekurangan staf,
dan kekurangan sumber daya. Mereka terus berjuang agar penyandang disabilitas
memperoleh pendampingan hukum dan keadilan. Sehingga sekarang ini, penyandang
disabilitas lebih cenderung untuk menggunakan bantuan organisasi atau LSM yang
bergerak dalam pendampingan hukum atau keadilan pada penyandang disabilitas.
Stigma negatif yang beredar pada masyarakat luas mengenai penyandang
disabilitas itu lemah dan sakit. Penyandang disabilitas tak memiliki kemampuan,
sehingga akan membebani orang-orang disekitar mereka. Stigma tersebut sungguh
salah. Sedangkan peraturan ataupun undang-undang didominasi oleh
pendekatan belas kasihan. Padahal mereka tidak menginginkan belas kasihan
tersebut, namun keadilan, akses informasi dan kesamaan hak antara penyandang
disabilitas dengan yang lain. Diharapkan kedepannya semua masyarakat luas tidak
memandang sebelah mata terhadap penyandang disabilitas. Sehingga semua pihak
memiliki kesadaran akan hak-hak penyandang disabilitas di kalangan
pemberi layanan, pengadilan, LSM, dan para penyandang disabilitas itu sendiri.
Selain itu, dapat diberikan akses yang lebih baik berupa mekanisme penyampaian
keluhan ataupun perlunya pendampingan bagi para penyandang disabilitas.
Dan diberikannya fasilitas pada pengadilan dan komisi HAM untuk
menyediakan ruang pengaduan yang masuk.
Dengan kenyataan
tersebut saya mendukung sepenuhnya agar para penyandang cacat memperoleh ruang
publik yang selayaknya orang normal. Diberikannya akses informasi yang
menunjang mereka, baik dari media cetak maupun media elektronik sehingga
menghapus stigma negatif tentang para penyandang disabilitas. Selain itu
keadilan dan pendampingan hukum juga harus diberikan kepada penyandang cacat
untuk menghilangkan kesenjangan sosial tersebut. Karena hakikatnya kita semua
di mata Tuhan YME. Bukankah kita juga harus melihat kalau kita
semua sama, tidak ada bedanya, kan???
2 comments:
Ofiex keren!! bisa nulis serapi ini n segini banyaknya,, #JEMPOL J buat kamyu beb,, :D
ahhh biasa aja kalii, kamu juga lebih bisa kok :)
Post a Comment