Kesesuaian Simbol dan Perilaku Masyarakat
Negara Republik Indonesia
merupakan Negara yang berKetuhanan Yang Maha. Yang mana tercantum pada
Pancasila sila pertama. Sehingga dapat disimpulkan masyarakat di Indonesia
merupakan masyarakat yang seharusnya menjunjung tinggi ajaran agamanya. Sehingga dapat dikatakan
masyarakat Indonesia seluruhnya beragama atau menganut agamanya sesuai
kepercayaan masing-masing. Dan didalam setiap agama selalu mengajarkan tentang
perbedaan antara yang perilaku baik dan buruk. Dan setiap perilaku yang yang
dilakukan setiap individu akan mendapatkan balasan. Jadi seharusnya sudah ada
dasar bahwasannya apabila setiap individu wajib berbuat dalam kebaikan, bukan
dalam keburukan. Namun pada kenyataanya banyak masyarakat di Indonesia
berperilaku buruk dan sama sekali tidak mencermikan sebagai masyarakat yang
agamis.
Negara Republik Indonesia terkenal akan masyarakatnya yang
agamis, namun terkenal pula masyarakat yang sering bertindak buruk. Sehingga
dapat dikatakan bangsa ini tidak mencerminkan bangsa yang memiliki masyarakat
yang agamis. Dalam suatu kondisi sering sekali masyarakat kita melakukan hal-hal
yaang buruk. Sebagai contoh melakukan tindakan korupsi. Negara kita terkenal
akan nergara terkorupsi 10 besar didunia dan sejajar dengan negara-negara
miskin di Asia dan Afrika. Memang sungguh memprihatinkan ketika negeri lain
telah maju dengan sumber daya alam dan manusia yang melimpah dapat digunakan untuk kesejahteraan
bangsanya, namun bangsa yang baru berkembang ini belum juga maju setelah 66
tahun merdeka. Bagaimana kita tidak terpuruk, kalau banyak pemimpin-pemimpin
bangsa melakukan korupsi di berbagai bidang dan aspek. Sebagaimana seharusnya seorang pemimpin melakukan kewajiban sebagai seorang pemimpin. Sebagai seorang pemimpin seharusnya
mengayomi masyarakatnya dan dapat menjadi contoh segala perilakunya. Karena
dalam kenyataannya mereka sering sekali berbuat yang sepatutnya tidak
diperbolehkan agama. Dan korupsi itulah yang sering mereka lakukan.
Korupsi tidak hanya diartikan sebagai memakan atau menggunakan uang orang lain. Namun
korupsi itu sendiri dapat mencangkup
di berbagai hal sebagai contoh korupsi waktu, korupsi materi, dan korupsi
mental. Korupsi waktu yaitu dapat diartikan kettika mereka tidak menghargai
akan waktu yang telah mereka peroleh. Seperti halny,a sering tidak tepat waktu
saat berjanji kepada orang. Dapat juga dosen yang tidak tepat waktu saat datang
mengajar dan selesai mengajar. Begitu juga dengan mahasiswa yang sering terlambat saat
kuliah dan tidak memanajemen waktu dengan baik. Sedangkan korupsi materi
seperti kebanyakan pejabat-pejabat di atas sana. Meraka sering sekali tidak
memperhatikan mana milik sendiri dan bukan miliknya tetap saja diambil. Apalagi
sebagai masyarakatnya yang terkenal akan agamisnya seharusnya mengerti tentang
hal yang akan merugikan orang lain itu tidak diperbolehkan oleh semua agama
manapun. Namun kenyataannya sebaliknya ketika negeri ini terkenal akan
agamisnya, namun tindak kejahatan dan perilaku tidak berperikemanusiaanpun
merajalela. Seperti tersirat di film “Alangkah lucunya negeri ini”, film ini mengisahkan tentang negeri kita ini yang sangat lucu. Ketika copet dan koruptor
hanya memiliki perbedaan jumlah uang yang diambil. Namun terkesan lebih mulia
koruptor, karena ketika mereka tertangkap dengan santainya dapat keluaar dengan
bebas. Sedangkan copet yang sejatinya memang orang yang tak punya saat
tertanggkap pasti langsung di hakimi mas, memang sangat ironis negeri ini.
Jenis lain dari korupsi adalah korupsi mental yaitu ketika banyak pribadi yang tidak menghargai
orang lain. Tidak dapat mengasihi satu sama lain. Tak bisa menerima perbedaan
disekelilingnya. Dan selalu merasa apa yang mereka ikuti dan terapkan adalah
sesuatu yang paling benar. Seungguhnya negeri ini sudah memiliki asas Bhineka Tunggal Ika yang mana berarti
berbeda-beda tapi tetap satu jua. Namun sering kali mereka tidak menghargai
perbedaan tersebut. Perbedaan akan indah apabila yang melihat dan menjalankan
perbedaan itu berpandangan indah. Berlaku pula sebaliknya ketika mereka merasa yang paling benar, baik, dan sempurna adalah suatu golongan masing-masing akan
menimbulkan perpecahan. Dan tak sepatutnya ketika suatu negeri yang bermasyarakat
agamis memiliki masyarakat yang tidak saling menghargai dan sering melakukan
hal-hal yang tidak dibenarkan agama. Padahal banyak diluar sana negara yang
tidak percaya akan adanya Tuhan namun mereka menjunjung tinggi
tegang rasa dan perilaku yang biasanya
diterapkan orang-orang yang beragama. Mereka lebih menghargai perbedaan. Mereka
lebih mengerti mana hal yang boleh dilakukan dan hal yang tidak boleh
dilakukan. Sangat ironi memang yang tidak mengenal agama malah lebih dapat
berperilaku seperti orang yang beragama, sebaliknya orang yang beragama malah
berperilaku seperti orang yang tak beragama. Dan seharusnya kita semua malu
akan tindakan itu, sadarlah orang yang beragama haruslah mencerminkan pribadi
yang beragama pula. Jadi kita sebagai negeri yang agamis harus memiliki
perilaku yang mencerminkan masyarakat yang agamis juga. Masyarakat yang
menghargai satu sama lain. Masyarakat
yang menghargai perbedaan. Masyarakat yang terus saling mengayomi satu
sama lain. Maka kita sebagai pribadi yang memiliki agama dan kepercayaan
masing-masing harus mencerminkan pribadi yang beragama pula. Mari kita hidup
damai diatas tanah air tercinta kita ini.
No comments:
Post a Comment