Solo Spirit of Java
Solo Spirit of Java itulah kota yang sekarang cukup terkenal dikalangan masyarakat. Apa sih yang ada dibenak kalian kalau terdengar kata SOLO. Ya pastinya banyak yang langsung berfikiran tentang kebudayaannya, keseniannya, kuliner masakan khasnya, masyarakat ataupun tempat-tempat disekitar Solo. Tetapi semua itu belum lengkap rasanya kalau belum mengetahui mengenai bagaimana asal usul dari kota Solo itu sebenarnya.
Di blog ini mari menjabarkan bagaimana sih awal terbentuknya kota Solo?
Kapan sih terbentuknya kota Solo?
Yang pasti segala asal mulanya terbentuk kota Solo tercinta kita ini.
Asal mulanya yaitu saat terjadi Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 membelah kerajaan mataram menjadi dua. Dua diantaranya yaitu Yogyakarta dan Surakarta. Dengan demikian terpecah pula kekuasaaan politik dan pusat kebudayaan Jawa menjadi dua. Persaingan dan dendam di antara dua kerajaan tersebut masih tetap membekas sampai kurun waktu yang lama. Hal ini sudah tercatat dalam sejarah, HISTORIA VITAE MAGISTER.
Ketika nama Surakarta di deklarasikan oleh Pakoe Buwono 2. Terdapat beberapa prasasti yang hingga saat ini masih ada. Setidaknya ada tiga tonggak sejarah pendeklarasian nama SALA menjadi SURAKARTA. Namun selama ini masyarakat luas lebih mengenal sebutan SOLO daripada nama resminya KOTAMADYA SURAKARTA, kota terbesar nomor dua di Jawa Tengah setelah Semarang. Nama SALA yaitu sebuah desa yang dahulu penuh rawa.
Desa SALA sendiri dan sekitarnya mulai ramai dan berubah menjadi sebuah kota sejak 20 Februari 1745 (17 Suro 1745). Yaitu sejak berpindahnya pusat pemerintahan Mataram dari KRATON KARTASURA ke SALA yang lantas dikenal dengan nama KERATON SURAKARTA HADININGRAT. Daerah yang digunakan sebagai tempat pusat pemerintahan yang baru ini disebut SALA. Lantaran di desa ini waktu itu pernah hidup seorang tokoh masyarakat yang bijaksana bernama KYAI SALA. Selain itu desa ini juga berawa-rawa dan penuh pohon sala yaitu pohon tom atau nila, namun ada juga yang menyebut pohon sala sejenis pohon pinus.
Kendati berangkat dari nama SALA yang dilafalkan dengan LEGENA seperti mengucapkan PONOROGO atau SITOBONDO, tetapi pada kenyataannya sampai sekarang masyarakat pada umumnya menyebut dengan SOLO dilafalkan dengan TALING TARUNG seperti mengucapkan TOKYO atau JAGO. Bukan hanya masyarakat luar kota namun warga dalam Kota Surakarta sendiri menyebut SOLO bahkan nama-nama yang menggambarkan identitas di daerah ini juga sangat mendukungnya. Taruhlah seperti TIMLO SOLO, UMUK SOLO, LONTONG SOLO atau WONG SOLO.
Menurut para pini sepuh sebutan SALA menjadi SOLO katanya akibat kesalahan orang-orang EROPA dalam menyebut nama kota ini karena memang lidah mereka tidak seluwes lidah orang Indonesia. Bahkan orang BELANDA lebih parah lagi, mengucapkan SALA menjadi SOLO.keluarga
Bukan hanya orang asing saja tetapi sampai sekarang masyarakat Indonesia pada umumnya salah kaprah menyebut SOLO untuk SURAKARTA. Padahal usaha untuk lebih memasyarakatkan nama resminya yaitu SURAKARTA telah dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain dalam peta bumi dan paket pariwisata tertulis dengan nama Surakarta. Tetapi rupanya KOTA SOLO lebih mudah dilafalkan orang daripada nama resminya sendiri. Penggunaan nama SOLO dalam pandangan marketing memang terdengar lebih akrab, lebih menjual, lebih mudah diingat dalam pengucapannya
Solo tidak akan tak akan ada tanpa kecamatan, kelurahan, rw, rt, dan per di dalamnya. Lumayan cukup banyak. Mungkin bagi yang ingin mengetahui dapat membuka link berikut
Solo juga terkenal akan Kebudayaannya. Seperti halnya kota Solo yang masih identik dengan kraton. Yaitu di Solo terdapat kraton Kasunanan dan kraton Mangkunegaraan itu sendiri.
Dari Kraton kasunanan didalamnya terdapat museum, kebo bule, dan segala kegiatan kekratonan lainnya.
Kebo bule? Apa itu? Mungkin banyak yang bertanya-tanya apa itu dan untuk apa. Kebo bule ya kebo atau bahasa indonesianya bisa disebut kerbau, yang mana kerbau tersebut memang putih seperti bule yang tidak seperti kebanyakan kebo lainnya hitam. Dalam buku Babad Solo karya Raden Mas (RM) Said, leluhur kebo bule adalah hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II, sejak istananya masih di Kartasura, sekitar 10 kilometer arah barat keraton yang sekarang. Hingga tiba suatu saat Paku Buwono II mencari lokasi untuk keraton yang baru, tahun 1725, leluhur kebo-kebo bule tersebut dilepas, dan perjalanannya diikuti para abdi dalem keraton, hingga akhirnya berhenti di tempat yang kini menjadi Keraton Kasunanan Surakarta –sekitar 500 meter arah selatan Kantor Balai Kota Solo.
Kebo bule tersebut akan dipertunjukan apabila bulan Surau datang. Mereka berkeyakinan saat bulan surau kyai slamet turun dan berada disekitar kita. Mereka mengatakan bahwasannya kita harus berbagi rejekilah. Sehingga saat malam surau tersebut kebo bule akan diarak keliling kraton kasunanan. Dengan diarak pula tampah yang berisi jumenengan atau yang disebut tuwuhan. Dan disaat yang bersamaan masyarakat berkumpul pula. Hingga akhirnya tiba saatnya untuk pembagian rejeki atau berkah. Pembagian rejeki atau berkah tersebut yaitu saat tuwuhannya tiba untuk dirayah(diambil) dan mereka juga merayah kotoran kebo bule tersebut. Mungkin terkesan kurang berkenan. Tetapi mereka berkeyakinan apabila mereka berhasil mendapat kotoran kebo bule, mereka akan memperoleh rejeki yang melimpah. Mereka yang berkeyakinan tersebut akan rela-rela menyimpan kotoran tersebut disuatu tempat didalm rumahnya, bahkan mungkin ada yang rela menyimpan kotoran yang mereka peroleh di bawah bantal. Yaa,, mungkin memang terkesan mustahil ataupun menjijikan, tapi apa mau dikata apabila orang sudah percaya dan berkeyakinan hal tabu pun tetap mereka junjung. Ya, itu tadi sekilas dari kraton kasunanan dan kebo bule dengan segala ceritanya. Berikut gambar tentang kebo bule dan kirap 1 Suro.
Di kraton Kasunanan pun juga terjadi pergolakan saat raja nya meninggal. Sehingga terjadi perebutan kekuasaan antar dua anak raja sebelumnya. Akhirnya dibagi menjadi dua dengan pemegang kekuasaannya yaitu Tedjowulan dan Hangabei.
Untuk Kraton Mangkunegaran mungkin kurang terekspos. Namun jika mendengar Paundrakarna yang artis dan juga anggota DPR mungkin kita semua mengetahui. Ya, ia lah putra mahkota dari kraton Mangkunegaran.
Sedangkan kegiatan-kegiatan yang lain yang dilaksanakan di kraton Mangkunegaran biasanya tentang pagelaran kesenian baik yang rutin maupun yang tidak rutin. Yang rutin mungkin seperti SIPA (Solo International Performing Art) dan SIEM(Solo International Ethnic Music). Yang mana kegiatan tersebut diselenggarakan dengn agenda tahunan. Yang mana untuk SIEM akan diselenggarakan 1 tahun sekali, sedangkan untuk SIPA akan diselenggarakan 2 tahun sekali. Sehingga dengan berjalannya kegiatan ini eksistensi dari kraton Mangkunegaran semakin meningkat. Untuk kegiatan yang tidak rutin banyak pula acara-acara yang berlangsung disana. Yang pasti dengan berlangsungnya acara disana akan semakin mengenalkan pada dunia kebudayaan Indonesia pada umumnya dan di Solo pada khususnya. Selain itu di kraton Mangkunegaran terdapat bimbingan untuk latihan menari. Yang mana akan dapat mencari bakat-bakat baru dari penari-penari tradisional. Penari-penari tradisional yang akan memperkenalkan pada Dunia Internasional bahwa INDONESIA pada umumnya dan SOLO pada khususnya kaya akan kebudayaan. Dan pastinya dengan kebudayaan yang tak ternilai harganya ini akan selalu eksis dan terlestarikan sampai nak cucu kita semua.
Selain itu di kota Solo tidak kalah terkenalnya pula makanan khas kota Solo. Contoh makanan khas di kota Solo yaitu lontong opor, nasi liwet, timlo, selat, wedang asle, wedang ronde, dan srabi notosuman. Makanan-makanan tersebut sangat populer di masyarakat luar kota Solo. Banyak dari mereka kalau mengunjungi kota Solo pasti tidak ketinggalan kuliner-kuliner tersebut. Mereka mengatakan rasa dari masakan-masakan khas solo itu sangat enak dan ramah dilidah.Ya untuk masalah cita rasa, masakan khas Solo memang tiada tandingannya.
Sering terdengar kata-kata Putri Solo. Putri Solo yang terkenal akan kelembutnya. Sedangkan untuk masyarakat dari kota Solo sendiri terkenal dengan keramahan, kelemahlembutan, dan tepa saliranya. Ya dari kita sendiri sangat terkenal dengan kehalusannya, baik dalam bertuturkata maupun bersikap. Namun seperti halnya majas Sinokdokhe khususnya Totem Pro Parte yang artinya menyebutkan seluruhnya untuk mewakili sebagian. Karena namanya orang dan suatu kehidupan tidak mungkin sempurna. Semuanya pasti ada naik dan turun. Pasti asam dan manisnya. Karena didalam suatu masyarakat baik didlamnya terkenal akan kelembutannya, pasti terdapat pula yang kurang berkenan dihati.
Mungkin dapat pula mengunjungi tempat-tempat yang dapat merefresh otak setelah sekian hari bekerja dengan penuh tenaga dan kepenatan. Antara lain dapat mengunjungi tempat berikut.
Untuk pusat oleh-oleh atau membeli souvennir atau semacamnya dapat mengunjungi Pasar Klewer, PGS, Batik Laweyan, ataupun pusat perbelanjaan modern seperi SGM dan SS.
Sedangkan untuk menambah pengetahuan ataupun informasi tempat-tempat di Solo dapat mengunjungi tempat-tempat berikut.
Walaupun Solo merupakan kota kecil, disini juga terdapat universitas negeri yang cukup terkenal. Universitas Sebelas Maret, ya namanya tersebut berasal dari sebelas maret. Karena Universitas Sebelas Maret meang diresmikan pada tanggal 11 Maret tahun 1976. Jadi saat ini berusia sekitar 35 tahun.
Hal paling vital yang memang sangat berpengaruh akan perkembangan kota Solo saat ini adalah tempat untuk menjalankan pemerintahannya. Yaitu dalam menjalankan pemerintahan kota Solo yaitu di Balai Kota. Berikut merupakan gambaran dari Balai Kota di Solo
Sekian gambaran dari kota Solo nan elok dan mempesona dengan slogan Solo Berseri ini. Harapannya semoga kedepannya akan semakin lebih baik dan maju. Tentunya terus tunjukan eksistensimu untuk Negeri ku Indonesia ku... Semoga segala gambaran ini dapat membuat kita semua semakin menghargai apa yang kita miliki.
"Karya sejelek apapun akan lebih indah dibandingkan dengan karya yang indah akan terlihat jelek jika pembuatnya pun tak menghargainya"
"Anda yang menyesuaikan lingkungan, bukan lingkungan yang menyesuaikan Anda"
No comments:
Post a Comment